Metode Mendidik Anak Mahir Berbahasa Asing
1. Jangan Mengandalkan Kurikulum Sekolah. Setiap sekolah mengajarkan mata pelajaran bahasa inggris bagi murid-muridnya.Bahkan kini, sejak sekolah dasar, para murid sudah mendapatkan pelajaran ini. Namun, jangan menyerahkan semuanya pada guru sekolah. Mata pelajaran bahasa inggris di sekolah biasanya mengajarkan hal-hal dasar, dan kurang pelajaran praktik. Mengikutkan anak Anda pada kursus bahasa inggris akan mendidik mereka untuk lebih detil lagi tentang bahasa ini, tak hanya percakapan, namunjuga menambah vocabulary mereka.
2. Pilihlah Guru Yang Terbaik. Banyak guru bahasa inggris menawarkan jasa melatih bahasa inggris, baik untuk anak maupun dewasa. Namun bila ingin mendapatkan hasil yang terbaik untuk Anda, pilih guru bahasa inggris yang terbaik pula. Akan lebih baik lagi apabila, pengajarnya adalah pengajar asing (native speaker), hal ini akan membiasakan mereka berkomunikasi dengan orang luar negeri dengan logat asli mereka.
3. Buat Belajar Lebih Menyenangkan. Anak yang sudah beranjak dewasa biasanya mudah bosan dalam mempelajari hal baru, termasuk bwlajar bahasa keduanya. Jadi, Anda harus bisa membuat suasana belajar tersebut menjadi lebih menyenangkan. Kini, banyak lembaga bahasa inggris yang menawarkan berbagai program menarik bagi calon siswa siswinya. Salah satu sekolah Bahasa Inggris terbaik di duani yang hadir di Indonesia adalah Wall Street Institute.
4. Bantu Di Rumah. Bila Anda ingin keluarga Anda lancar berbahasa inggris, maka biasakanlah bercakap-cakap dengan keluarga Anda di rumah menggunakan bahasa ini sebagai selingan. Tak perlu mengubah bahasa sehari-hari Anda, namun cukup beberapa ungkapan-ungkapan atau kalimat-kalimat dalam bahasa inggris yang menurut Anda menarik perhatian mereka. Dengan begitu mereka akan mendengarkan lebih cermat dan memahami artinya, sehingga terbiasa menggunakannya di kemudian hari.
5. Jangan Lupa Akar. Kebanyakan remaja yang telah mahir berbahasa inggris sering melupakan bahasa asal mereka -dalam hal ini bahasa Indonesia. Ini adalah kesalahan kebanyakan orang tua. Anda sebagai orang tua wajib mengingatkan anak Anda bahwa Anda tidak boleh meninggalkan bahasa negara mereka. Jika anak Anda telah mahis berbahasa inggris, kebiasaan mendidik mereka berbahas inggris di rumah harus dihilangkan, dan gantilah dengan komunikasi dengan bahasa Indonesia. Lalu, perhatikan bacaan yang mereka baca, seperti majalah atau koran
sumber : http://tipsanda.com/2009/06/21/tips-terbaik-mendidik-anak-mahir-berbahasa-asing/
Kamis, 25 Maret 2010
Perbedaan bahasa inggris Britis dan bahasa inggris Amerika
Perbedaan bahasa inggris Britis dan bahasa inggris Amerika
Perbedaan kedua bahasa Inggris ini bisa ditinjau dari beberapa aspek dan sudah dibahas sangat lengkap dan mendetail dalam bahasa Inggris di tautan ini. Namun bagi rekan-rekan yang belum mampu menerjemahkannya berikut merupakan rangkuman tentang perbedaan British English dan American English.
Bahasa Inggris digunakan di banyak negara baik sebagai bahasa Ibu maupun sebagai bahasa ke-dua. Itulah sebabnya selain “bahasa Inggris” ada banyak “bahasa Inggris-bahasa Inggris” lain yang merupakan variasi dari bahasa tersebut. Dua versi bahasa Inggris yang paling umum digunakan adalah bahasa Inggris British dan bahasa Inggris Amerika.
Sebelum kita menilik beberapa perbedaan diantara kedua versi bahasa Inggris ini perlu ditekankan bahwa perbedaan-perbedaan ini cukup tipis dan seiring dengan internasionalisasi di era moderen sekarang ini perbedaan-perbedaan tersebut bahkan bisa dikatakan semakin berkurang.
Sedikit perbedaan yang terdapat antara bahasa Inggris British dan Inggris Amerika cenderung hanya memperkaya komunikasi dan tidak menimbulkan masalah ataupun kesulitan dalam berkomunikasi. Berikut perbedaan bahasa Inggris British dan Amerika ditinjau dari beberapa sudut pandang.
Ejaan (spelling)
Bahasa Inggris British cenderung mempertahankan ejaan banyak kata yang asalnya dari Perancis sedangkan Inggris Amerika mencoba untuk mengeja kata lebih mendekati cara mereka melafalkannya dan mereka menghilangkan huruf-huruf yang tidak diperlukan.
Berikut beberapa contohnya:
- Bahasa Inggris British : centre, theatre, realize, catalogue, programme, traveled, neighbour, grey, plough, to practise (verb), practice (noun), cheque.
- Bahasa Inggris Amerika : Center, Theater, realize, catalog, program, traveled, neighbor, gray, plow, to practice (verb), practice (verb), check (noun)
Pelafalan (pronunciation)
• Orang Amerika biasanya melafalkan huruf “r” dengan menggulung lidah mereka ke belakang dan merapatkannya ke langit-langit mulut sedangkan kebanyakan orang Inggris tidak melafalkan huruf “r” dalam kata, khususnya jika terdapat pada akhir kata.
• Dalam bahasa Inggris Amerika kata “can” dan “can’t” kedengaran sangat mirip sedangkan dalam bahasa inggris British Anda bisa membedakannya secara jelas.
• Orang Amerika cenderung melafalkan kata seperti “reduce”, “produce”, “induce”, “seduce” (kata-kata kerja yang berakhiran “duce”) dengan lebih rileks, yang berarti bahwa setelah huruf “d” mengikut bunyi/huruf “u”. Dalam bahasa Inggris British setelah huruf “d” ditambahkan “j”.
• Orang Amerika memiliki kecenderungan untuk mereduksi kata dengan menghilangkan beberapa huruf. Kata “facts” misalnya dalam bahasa inggris Amerika dilafalkan sama dengan kata “fax” – “t” tidak diucapkan.
• Kadang-kadang huruf dihilangkan dalam bahasa Inggris British seperti dalam kata “secretary”, dimana huruf “a” tidak diucapkan.
• Dalam bahasa Inggris Amerika, kombinasi huruf “cl” dalam kata seperti “cling”, “climat”, “club” dll, kedengaran lebih frikatif. Anda dapat menghasilkan bunyi ini dengan menegangkan pita suara.
Penekanan kata terkadang juga berbeda. Contoh, kata “details” mendapatkan penekanan pada huruf “e” dalam Inggris British dan pada “ai” dalam Inggris Amerika.
Kosa kata (vocabulary)
Ada beberapa kata dan istilah yang digunakan hanya dalam Inggris British atau hanya dalam Inggris Amerika. Akan tetapi, dengan adanya media baru seperti internet dan dunia yang semakin mengglobal kata-kata seperti ini menjadi semakin sedikit. Berikut beberapa contohnya.
- Bahasa Inggris British : lift, Boot, autumn, litter, crossroad, trousers.
- Bahasa Inggris Amerika : Elevator, Trunk, fall, garbage, crossing, pants.
Sumber : http://letspeakenglish.info/2009/12/18/perbedaan-bahasa-inggris-british-british-english-dan-bahasa-inggris-america-american-english/
Perbedaan kedua bahasa Inggris ini bisa ditinjau dari beberapa aspek dan sudah dibahas sangat lengkap dan mendetail dalam bahasa Inggris di tautan ini. Namun bagi rekan-rekan yang belum mampu menerjemahkannya berikut merupakan rangkuman tentang perbedaan British English dan American English.
Bahasa Inggris digunakan di banyak negara baik sebagai bahasa Ibu maupun sebagai bahasa ke-dua. Itulah sebabnya selain “bahasa Inggris” ada banyak “bahasa Inggris-bahasa Inggris” lain yang merupakan variasi dari bahasa tersebut. Dua versi bahasa Inggris yang paling umum digunakan adalah bahasa Inggris British dan bahasa Inggris Amerika.
Sebelum kita menilik beberapa perbedaan diantara kedua versi bahasa Inggris ini perlu ditekankan bahwa perbedaan-perbedaan ini cukup tipis dan seiring dengan internasionalisasi di era moderen sekarang ini perbedaan-perbedaan tersebut bahkan bisa dikatakan semakin berkurang.
Sedikit perbedaan yang terdapat antara bahasa Inggris British dan Inggris Amerika cenderung hanya memperkaya komunikasi dan tidak menimbulkan masalah ataupun kesulitan dalam berkomunikasi. Berikut perbedaan bahasa Inggris British dan Amerika ditinjau dari beberapa sudut pandang.
Ejaan (spelling)
Bahasa Inggris British cenderung mempertahankan ejaan banyak kata yang asalnya dari Perancis sedangkan Inggris Amerika mencoba untuk mengeja kata lebih mendekati cara mereka melafalkannya dan mereka menghilangkan huruf-huruf yang tidak diperlukan.
Berikut beberapa contohnya:
- Bahasa Inggris British : centre, theatre, realize, catalogue, programme, traveled, neighbour, grey, plough, to practise (verb), practice (noun), cheque.
- Bahasa Inggris Amerika : Center, Theater, realize, catalog, program, traveled, neighbor, gray, plow, to practice (verb), practice (verb), check (noun)
Pelafalan (pronunciation)
• Orang Amerika biasanya melafalkan huruf “r” dengan menggulung lidah mereka ke belakang dan merapatkannya ke langit-langit mulut sedangkan kebanyakan orang Inggris tidak melafalkan huruf “r” dalam kata, khususnya jika terdapat pada akhir kata.
• Dalam bahasa Inggris Amerika kata “can” dan “can’t” kedengaran sangat mirip sedangkan dalam bahasa inggris British Anda bisa membedakannya secara jelas.
• Orang Amerika cenderung melafalkan kata seperti “reduce”, “produce”, “induce”, “seduce” (kata-kata kerja yang berakhiran “duce”) dengan lebih rileks, yang berarti bahwa setelah huruf “d” mengikut bunyi/huruf “u”. Dalam bahasa Inggris British setelah huruf “d” ditambahkan “j”.
• Orang Amerika memiliki kecenderungan untuk mereduksi kata dengan menghilangkan beberapa huruf. Kata “facts” misalnya dalam bahasa inggris Amerika dilafalkan sama dengan kata “fax” – “t” tidak diucapkan.
• Kadang-kadang huruf dihilangkan dalam bahasa Inggris British seperti dalam kata “secretary”, dimana huruf “a” tidak diucapkan.
• Dalam bahasa Inggris Amerika, kombinasi huruf “cl” dalam kata seperti “cling”, “climat”, “club” dll, kedengaran lebih frikatif. Anda dapat menghasilkan bunyi ini dengan menegangkan pita suara.
Penekanan kata terkadang juga berbeda. Contoh, kata “details” mendapatkan penekanan pada huruf “e” dalam Inggris British dan pada “ai” dalam Inggris Amerika.
Kosa kata (vocabulary)
Ada beberapa kata dan istilah yang digunakan hanya dalam Inggris British atau hanya dalam Inggris Amerika. Akan tetapi, dengan adanya media baru seperti internet dan dunia yang semakin mengglobal kata-kata seperti ini menjadi semakin sedikit. Berikut beberapa contohnya.
- Bahasa Inggris British : lift, Boot, autumn, litter, crossroad, trousers.
- Bahasa Inggris Amerika : Elevator, Trunk, fall, garbage, crossing, pants.
Sumber : http://letspeakenglish.info/2009/12/18/perbedaan-bahasa-inggris-british-british-english-dan-bahasa-inggris-america-american-english/
Prospek Asuransi
Sejarah Asuransi di Indonesia
Bisnis asuransi masuk ke Indonesia pada waktu penjajahan Belanda dan negara kita pada waktu itu disebut Nederlands Indie. Keberadaan asuransi di negeri kita ini sebagai akibat berhasilnya Bangsa Belanda dalam sektor perkebunan dan perdagangan di negeri jajahannya. Untuk menjamin kelangsungan usahanya, maka adanya asuransi mutlak diperlukan. Dengan demikian usaha perasuransian di Indonesia dapat dibagi dalam dua kurun waktu, yakni zaman penjajahan sampai tahun 1942 dan zaman sesudah Perang Dunia II atau zaman kemerdekaan. Pada waktu pendudukan bala tentara Jepang selama kurang lebih tiga setengah tahun, hampir tidak mencatat sejarah perkembangan. Perusahaan-perusahaan asuransi yang ada di Hindia Belanda pada zaman penjajahan itu adalah Perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh orang Belanda dan Perusahaan-perusahaan yang merupakan Kantor Cabang dari Perusahaan Asuransi yang berkantor pusat di Belanda, Inggris dan di negeri lainnya.
Dengan sistem monopoli yang dijalankan di Hindia Belanda, perkembangan asuransi kerugian di Hindia Belanda terbatas pada kegiatan dagang dan kepentingan bangsa Belanda, Inggris, dan bangsa Eropa lainnya. Manfaat dan peranan asuransi belum dikenal oleh masyarakat, lebih-lebih oleh masyarakat pribumi. Jenis asuransi yang telah diperkenalkan di Hindia Belanda pada waktu itu masih sangat terbatas dan sebagian besar terdiri dari asuransi kebakaran dan pengangkutan. Asuransi kendaraan bermotor masih belum memegang peran, karena jumlah kendaraan bermotor masih sangat sedikit dan hanya dimiliki oleh Bangsa Belanda dan Bangsa Asing lainnya. Pada zaman penjajahan tidak tercatat adanya perusahaan asuransi kerugian satupun. Selama terjadinya Perang Dunia II kegiatan perasuransian di Indonesia praktis terhenti, terutama karena ditutupnya pemsahaan- perusahaan asuransi milik Belanda dan Inggris.
Asuransi zaman kemerdekaan
Setelah Perang Dunia usai, perusahaan-perusahaan Belanda dan Inggris kembali beroperasi di negara yang sudah merdeka ini. Sampai tahun 1964 pasar industri asuransi di Indonesia masih dikuasai oleh Perusahaan Asing, terutama Belanda dan Inggris. Pada awal mulanya beroperasi di Indonesia mereka mendirikan sebuah badan yang disebut “Bataviasche Verzekerings Unie” (BVU) pada tahun 1946, yang melakukan kegiatan asuransi secara kolektif. Dengan demikian dari setiap penutupan, masing-masing anggota BVU memperoleh share tertentu. Cara ini dilakukan mengingat keadaan pada waktu itu belum teratur dan tenaga asuransi masih kurang sekali.
Pada tahun 1950 berdiri sebuah perusahaan asuransi kerugian yang pertama, yakni NV. Maskapai Asuransi Indonesia yang kemudian pada awal 2004 sudah menjadi PT MAI PARK. Pada saat itu, sebagai perintis perusahaan asuransi kerugian nasional yang pertama, maka perusahaan ini harus bersaing dengan perusahaan asuransi asing yang unggul baik dalam faktor permodalan maupun pengetahuan teknis. Dengan berdirinya perusahaan asuransi kerugian nasional tersebut, keberanian pengusaha nasional dipacu untuk mendirikan perusahaan-perusahaan asuransi kerugian. Keberanian ini didukung pula oleh Peraturan Pemerintah bahwa semua barang impor hams diasuransikan di Indonesia. Pengaturan ini dimaksudkan untuk menanggulangi pemakaian devisa untuk membayar premi asuransi di luar negeri. Pada tahun 1953 berdiri pula perusahaan swasta nasional yang bergerak dalam bidang reasuransi Belanda dan Inggris di Indonesia, pemakaian devisa untuk membayar premi reasuransi ke luar negeri juga masih tetap besar. Untuk menanggulangi hal ini, didirikanlah pada tahun 1954 sebuah perusahaan reasuransi profesional, yakni “PT. REASURANSI .UMUM INDONESIA” yang mendapat dukungan dari bank-bank pemerintah.Lembaga yang tersebut terakhir ini mengeluarkan peraturan-peraturan yang mengikat untuk perusahaan-perusahaan asuransi asing untuk menggunakanjasa perusahaan reasuransi nasional.
Langkah-langkah yang diambil pemerintah dalam hal ini memberikan hasil yang diharapkan. Kegiatan PT. Reasuransi Umum Indonesia pada tahun 1963 diperluas dengan kegiatan reasuransi jiwa. Pada saat PT. Reasuransi Umum Indonesia didirikan, banyak perusahaan-perusahaan asuransi kerugian nasional bermunculan, tetapi perkembangannya masih terhambat oleh persaingan yang berat dari perusahaan-perusahaan asuransi swasta asing. Pada waktu perjuangan mengembaiikan Irian Barat ke pangkuan Republik Indonesia, pemerintah melakukan nasionalisasi perusahaan milik Belanda. Perusahaan-perusahaan Inggris dinasionalisasi dalam peristiwa konfrontasi.
Prospek Asuransi Tantangan di Tengah Ketidakpastian Global
Industri asuransi berpeluang tetap tumbuh di tengah ketidakpastian. Tapi, jika krisis keuangan global berlarut-larut, industri asuransi yang tengah menghadapi tekanan modal bakal terkena pukul ganda. AMERIKA Serikat (AS) yang tengah dilanda “pagebluk” menebarkan jaring kesulitan ke negara-negara lain. Indonesia, salah satunya. Pukulan telak sudah dialami sektor pasar modal. Kendati sektor riil baru terkena gerimisnya, kenangan hitam akan depresi besar 1929 dan trauma krisis Asia 1997 begitu menghantui banyak orang. Sebab, jika ekonomi global terlalu lama tiarap, sektor riil di Indonesia akan kehabisan tenaga, dunia usaha lesu, dan daya beli masyarakat ikut runtuh.
Meski tetap optimistis, para pelaku di industri asuransi nasional tidak boleh menganggap enteng krisis keuangan global. Sektor yang terpukul memang baru di pasar modal. Tapi, efek berantai tinggal menunggu waktu. Bahkan, kehancuran bursa saham secara langsung sejak Oktober lalu sudah nyata-nyata menggerus hasil investasi industri asuransi di Tanah Air. Sekalipun krisis keuangan global saat ini sudah berada di titik nadir, pemulihannya butuh waktu setidaknya dua hingga tiga tahun. Akibatnya, industri asuransi bakal menghadapi kondisi eksternal yang tidak menguntungkan. Bakhan, kondisi ini mungkin saja menekan pertumbuhan premi. Pada kurun waktu yang bersamaan, perusahaan-perusahaan asuransi juga dituntut oleh regulator untuk menambah modal sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan. Perusahaan asuransi harus dapat memenuhi modal Rp40 miliar pada 2008, Rp70 miliar pada 2009, dan Rp100 miliar pada 2010. Upaya memupuk modal secara organik pada dua tahun ke depan tentu bukan pekerjaan gampang ketika kondisi eksternal masih terasa garang.
Kalau beleid tentang permodalan yang hingga kini masih ditentang Asosiasi Perusahaan Asuransi Umum (AAUI) terus diberlakukan, Biro Riset InfoBank (birI) memerkirakan akan ada perusahaan asuransi yang tersingkir dari kancah perasuransian nasional. Sebab, menurut Isa Rachmatarwata, Kepala Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), ada segelintir perusahaan bermodal cekak yang kebingungan dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Isa juga memerkirakan, bakal ada perusahaan asuransi bermodal cekak yang terpaksa bergabung agar bisa memenuhi ketentuan modal minimum. Mengingat krisis likuiditas tengah melanda dunia, mencari investor baru tentu saja lebih sulit dibandingkan dengan beberapa tahun silam. Untungnya, investor asing tetap tertarik menanamkan modalnya di asuransi jiwa karena masih sangat besarnya ruang pertumbuhan pasar asuransi jiwa di Indonesia.
Sebagai industri yang mengelola risiko, asuransi tidak akan pernah kehilangan pasar, meski situasi sedang bergejolak. Dengan munculnya ketidakpastian itu, proteksi asuransi justru dibutuhkan. Industri asuransi pun harus mampu mengambil kesempatan. Lantas, berapa pertumbuhan premi industri asuransi 2009? Pertumbuhan asuransi umum diperkirakan akan melemah. Berdasarkan beberapa sumber yang dihimpun InfoBank, asuransi umum sulit meraih pertumbuhan double digit. Tahun ini masih berpotensi tumbuh seperti 2007 yang 14%. Sedangkan, untuk asuransi jiwa, peluang tumbuh masih cukup tinggi, kendati sulit mencetak pertumbuhan fantastis seperti 2007 yang mencapai 66%.
Prospek Asuransi Jiwa
Asuransi jiwa tetap punya prospek tumbuh pada tahun politik. Tapi, pengaruh krisis finansial global —jika belum pulih tahun depan lebih mengkhawatirkan. Krisis subprime mortgage akhirnya berdampak juga bagi Indonesia, khususnya di pasar modal. Krisis dimulai dari banyaknya kredit perumahan di Amerika Serikat (AS) yang bermasalah akibat banyaknya nasabah gagal bayar. Dampak nasabah gagal bayar ini pada perusahaan penerbit surat utang sub-prime mortgage, yang merupakan sekuritisasi mortgage, adalah perusahaan tidak hanya merugi besar, tapi juga kesulitan likuiditas. Dampak berikutnya menimpa investor institusi keuangan yang membeli surat utang sub-prime mortgage, yaitu mengalami rugi besar, karena nilainya menurun sangat tajam menjadi sekitar 20%.
Dalam kondisi seperti itu, secara bersamaan, kebutuhan akan likuiditas menjadi sangat mendesak. Cash flow tergerus akibat gagal bayar. Terjadi pula pencairan investasi oleh sebagian investor. Karena besarnya sub-prime mortgage yang beredar, bahkan di beberapa institusi keuangan besar dunia, tekanan likuiditas menjadi sangat besar dan bersifat global. Kebutuhan akan likuiditas yang sangat tinggi telah memaksa investor mencairkan portofolio investasinya yang berada di luar negeri, tidak terkecuali Indonesia. Pengaruh terbesar terjadi pada investasi yang likuid, yaitu saham di pasar modal dan deposito di perbankan. Indonesia agak kurang beruntung karena pasar modal kita 60% hingga 70%-nya masih didominasi investor asing, sehingga tekanan jualnya sangat tinggi. Ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran saham di bursa pun terjadi. Dapat dibayangkan, dana panas yang bisa keluar tiap saat (hot money) sebesar puluhan triliun rupiah yang sudah tertanam dalam sistem keuangan Indonesia mendadak ditarik keluar. Alhasil, harga saham di bursa kita jatuh dan kurs mata uang dolar AS melejit. Harga saham pun makin terpuruk dengan adanya faktor psikologis berupa rasa ketidakpastian di hati investor lokal dan ulah para spekulan. Dana panas asing yang ditarik secara tiba-tiba juga mengakibatkan kelangkaan likuiditas di pasar Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan likuiditas dan kebutuhan berjaga-jaga, lembaga keuangan, terutama perbankan, menaikkan bunga deposito sekaligus melakukan perlambatan dan pengetatan penyaluran pinjaman. Keadaan ini memperburuk likuiditas di pasar.
Peluang dan Harapan ke Depan
Asuransi jiwa bukan sekadar perlindungan untuk diri dari kemungkinan meninggal, cacat, atau sakit berkepanjangan. Asuransi jiwa juga bukan hanya death protection, melainkan income protection. Asuransi jiwa juga tidak hanya melindungi pemegang polis kalau meninggal lebih cepat, tapi juga memroteksi kalau hidup lebih lama. Yaitu, perlindungan saat kita tidak produktif lagi, sehingga tidak akan membebani anak cucu. Bahkan, kita masih memiliki akses pendanaan guna investasi jangka panjang untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi bangsa. Life insurance lebih tepat jika dikatakan sebagai “asuransi kehidupan” daripada “asuransi jiwa”. Pertumbuhan industri asuransi jiwa tiga hingga empat tahun terakhir relatif tinggi karena stabilnya sektor keuangan dan moneter, rendahnya tingkat bunga deposito dan inflasi, stabilnya nilai tukar, serta pertumbuhan ekonomi yang baik dan berkesinambungan. Hal itu merupakan iklim yang sangat kondusif bagi perkembangan asuransi jiwa. Kondisi seperti ini memberikan peluang kepada masyarakat untuk lebih memikirkan perencanaan masa depannya dan mendiversifikasi investasinya. Jadi, keberhasilan dan lamanya langkah kebijakan efektif untuk mengatasi dampak krisis finansial global supaya tidak berimbas ke perbankan dan sektor riil, menjadi prasyarat prospek perkembangan asuransi jiwa ke depan. Apabila krisis ini berlalu dan kondisi keuangan dan moneter normal kembali, dapat dipastikan, secara bertahap, pertumbuhan industri asuransi yang cukup tinggi bisa terulang kembali. Peluangnya sangat besar karena masih rendahnya penetrasi pasar asuransi jiwa di Indonesia.
Prospek Asuransi Umum
Ada empat catatan penting dalam mencermati outlook industri asuransi umum 2009. Satu, angka pertumbuhan industri yang menurun. Dua, konsolidasi industri dan disiplin institusional yang meningkat. Tiga, peningkatan kapasitas organisasi pascakonsolidasi industri. Empat, peningkatan daya tahan dan daya saing perusahaan dalam industri. Jadi, masa sulit akhir 2008 ini tampaknya akan menjadi blessings in disguise bagi penguatan fundamental industri pada 2009. Sekalipun belum ada rentang angka perkiraan laju pertumbuhan ekonomi nasional yang dapat diandalkan (sekitar 4%-6,1%), dapat dipastikan pada 2009 pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mengalami perlambatan berarti akibat krisis keuangan global yang terjadi pada paruh kedua 2008 ini. Hampir tidak ada sektor yang tidak akan terkena dampak krisis ekonomi global kali ini. Industri asuransi umum secara khusus akan mengalami perlambatan pertumbuhan pendapatan premi akibat menurunnya laju pertumbuhan penanaman modal baru dan kemungkinan kebangkrutan banyak perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan. Karena itu, kalau kita menggunakan angka estimasi (atau asumsi) pertumbuhan yang disampaikan Menteri Keuangan pada pertengahan Oktober 2008, sekitar 5,5%, maka diperkirakan laju pertumbuhan premi bruto seluruh industri asuransi umum tidak akan melampaui 10% pada 2009.
Angka estimasi ini memang sepintas lalu tampak agak pesimis karena pada semester I 2008 saja, laju pertumbuhan pendapatan dapat mencapai kisaran 26%. Tapi, semua pembukuan pendapatan ini terjadi sebelum depresi ekonomi menjadi sebuah kenyataan, pada akhir September 2008. Industri ini secara khusus perlu terus berusaha agar dapat mempertahankan tingkat margin laba bersih rata-rata di kisaran 7%-9% dan tingkat return on asset (ROE) 10%-12%. Apabila tingkat profitability ini dapat dijaga seperti yang terjadi selama sepuluh tahun terakhir ini, maka kita dapat menyakini bahwa fundamental industri ini akan makin sehat walaupun pertumbuhan pendapatan akan sedikit melambat pada 2009. Sekalipun estimasi angka pertumbuhan industri agak pesimis, konsolidasi pada industri asuransi umum tampaknya akan mengalami percepatan yang berarti. Biro Perasuransian Departemen Keuangan Republik Indonesia (RI) pada minggu ketiga mengumumkan antusiasme sebagian besar dari 40 perusahaan asuransi umum yang belum memiliki modal minimal Rp40 miliar pada akhir 2008 ini untuk melakukan berbagai tindakan korporasi (corporate action) secepatnya. Sekalipun krisis ekonomi global akan sedikit memperlambat proses corporate action ini, baik dalam bentuk strategic investment, likuidasi, M&A, maupun takeovers, arahnya cukup jelas.
Iktikad baik dari banyak perusahaan asuransi umum yang bermodal di bawah ketentuan minimum permodalan menunjukkan sinyal menggembirakan. Satu-satunya kesulitan yang akan terjadi dalam proses konsolidasi ini adalah lambatnya negosiasi dan/atau penyelesaian yang terkait dengan penutupan dan/atau pengambilalihan kepemilikan. Secara spesifik, dapat dikatakan aspek-aspek kritis tersebut adalah (1) penentuan nilai perusahaan, (2) penyelesaian outstanding liabilities, dan (3) kesepakatan mengenai mekanisme governance dalam masing-masing perusahaan pascakonsolidasi. Kemauan dari para pelaku industri untuk makin mendukung penegakan compliance oleh regulator jelas akan membantu industri ini untuk mencapai tingkat disiplin institusi yang lebih tinggi. Sehingga, pada gilirannya, berbagai macam perilaku persaingan yang tidak sehat, seperti perang harga, akan terus berkurang. Tambahan setoran modal sesuai dengan ketentuan permodalan yang berlaku akan mendorong perbaikan kapasitas perusahaan dalam seluruh industri. Tambahan modal ini diharapkan dapat dialokasikan untuk mengurangi ketergatungan industri pada kapasitas reasuransi asing dan sekaligus membangun kapasitas organisasi di tiap perusahaan, terutama untuk aspek pemasaran.
Dengan modal yang makin besar, diharapkan retensi sendiri dapat meningkat secara bertahap, sehingga pada gilirannya ketergantungan pada back-up reasuransi asing secara gradual juga dapat berkurang. Tentu saja hal ini tidak akan serta-merta terjadi. Proses penurunan ketergantungan ini baru mulai lebih terasa pada 2012-2013. Sementara itu, upaya meningkatkan kapasitas organisasi, terutama di bidang pemasaran, tampaknya akan menjadi tantangan yang tidak ringan dalam jangka menengah. Konteks saluran distribusi industri pada industri asuransi umum yang secara tradisional lebih banyak mengandalkan broker asuransi sebaiknya mulai makin giat mengembangkan agen-agen asuransi yang profesional dan seiring dengan itu menetapkan landasan institusionalnya. Hal ini antara lain dapat dilakukan dengan mengembangkan program sertifikasi formal dari para agen asuransi umum melalui proses pendidikan dan ujian yang terstruktur, sebagaimana ujian sertifikasi A3IK dan A2IK pada tenaga underwriter dan ujian sertifikasi financial planner pada para agen asuransi jiwa. Investasi untuk mengembangkan kapasitas pemasaran ini tentulah tidak murah dan jelas tidak mudah. Karena itu, kerja sama antarpelaku industri melalui naungan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) harusnya dilakukan agar biaya investasinya dapat menjadi lebih ringan bagi semua pihak. Tentu saja dukungan enforcement dari regulator akan menjadi prasyarat tercapainya tujuan mengembangkan para agen asuransi umum.
Selain pada aspek saluran distribusi, kapasitas pemasaran lain yang perlu segera dikembangkan perusahaan asuransi umum adalah kegiatan pengembangan dan inovasi produk baru yang memberi nilai tambah lebih tinggi bagi para nasabahnya. Kapasitas organisasi ini juga tidak dapat dibangun dalam jangka pendek. Minimal ada waktu dua hingga tiga tahun sampai upaya ini menghasilkan buah yang lebih matang. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam jangka pendek adalah mulai mengembangkan kemampuan riset pasar agar kebutuhan konsumen bisa dikenali dengan lebih baik. Meningkatkan daya saing adalah ambisi hampir semua perusahaan. Itu perlu dilakukan agar mereka dapat terus bertahan hidup dalam jangka panjang, menghasilkan laba yang cukup dalam jangka menengah, dan bertumbuh dalam jangka pendek. Kenyataannya, hampir 50% perusahaan asuransi umum yang tercatat saat ini belum memiliki daya tahan jangka pendek yang memadai. Sehingga, bagi mereka, upaya memikirkan peningkatan daya saing hampir-hampir menjadi sebuah keniscayaan.
Karena itu, upaya penegakan disiplin institusi dalam jangka pendek dengan melakukan enforcement supaya terjadi compliance sebagaimana yang diharapkan (seperti kecukupan modal, RBC atau risk based capital, dan pengaturan tarif discount premi sesuai dengan risk profile) merupakan unsur penting dalam meningkatkan kesehatan industri ini dalam jangka panjang. Tanpa disiplin institusi yang memadai, jangankan daya saing, daya tahan jangka pendek saja masih akan menjadi masalah besar bagi industri ini. Masih cukup banyak pelaku yang tidak memiliki daya tahan hidup, sehingga akan mengalami kesulitan dalam melayani nasabah tertanggungnya dengan bertanggung jawab. Secara umum, industri asuransi umum seharusnya memasuki 2009 dengan penuh optimisme akan terjadinya perbaikan institusional dan organisasional sekalipun pasar akan sedikit mengalami kelesuan. Anggaplah 2009 sebagai sebuah periode “seleksi pasar” untuk menyaring perusahaan yang sudah memiliki organisasi kuat untuk bersaing dan perusahaan yang belum mampu bertahan hidup. Tentu saja, upaya menuju perbaikan yang substansial tidak akan pernah luput dari “kesakitan” jangka pendek.
SUMBER
www. InfoBank.com
www.prudent.web.id/asuransi-prudential/artikel/sejarah-asuransi-di-indonesia.html
www.indolife.biz/news.asp?id=10093
Bisnis asuransi masuk ke Indonesia pada waktu penjajahan Belanda dan negara kita pada waktu itu disebut Nederlands Indie. Keberadaan asuransi di negeri kita ini sebagai akibat berhasilnya Bangsa Belanda dalam sektor perkebunan dan perdagangan di negeri jajahannya. Untuk menjamin kelangsungan usahanya, maka adanya asuransi mutlak diperlukan. Dengan demikian usaha perasuransian di Indonesia dapat dibagi dalam dua kurun waktu, yakni zaman penjajahan sampai tahun 1942 dan zaman sesudah Perang Dunia II atau zaman kemerdekaan. Pada waktu pendudukan bala tentara Jepang selama kurang lebih tiga setengah tahun, hampir tidak mencatat sejarah perkembangan. Perusahaan-perusahaan asuransi yang ada di Hindia Belanda pada zaman penjajahan itu adalah Perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh orang Belanda dan Perusahaan-perusahaan yang merupakan Kantor Cabang dari Perusahaan Asuransi yang berkantor pusat di Belanda, Inggris dan di negeri lainnya.
Dengan sistem monopoli yang dijalankan di Hindia Belanda, perkembangan asuransi kerugian di Hindia Belanda terbatas pada kegiatan dagang dan kepentingan bangsa Belanda, Inggris, dan bangsa Eropa lainnya. Manfaat dan peranan asuransi belum dikenal oleh masyarakat, lebih-lebih oleh masyarakat pribumi. Jenis asuransi yang telah diperkenalkan di Hindia Belanda pada waktu itu masih sangat terbatas dan sebagian besar terdiri dari asuransi kebakaran dan pengangkutan. Asuransi kendaraan bermotor masih belum memegang peran, karena jumlah kendaraan bermotor masih sangat sedikit dan hanya dimiliki oleh Bangsa Belanda dan Bangsa Asing lainnya. Pada zaman penjajahan tidak tercatat adanya perusahaan asuransi kerugian satupun. Selama terjadinya Perang Dunia II kegiatan perasuransian di Indonesia praktis terhenti, terutama karena ditutupnya pemsahaan- perusahaan asuransi milik Belanda dan Inggris.
Asuransi zaman kemerdekaan
Setelah Perang Dunia usai, perusahaan-perusahaan Belanda dan Inggris kembali beroperasi di negara yang sudah merdeka ini. Sampai tahun 1964 pasar industri asuransi di Indonesia masih dikuasai oleh Perusahaan Asing, terutama Belanda dan Inggris. Pada awal mulanya beroperasi di Indonesia mereka mendirikan sebuah badan yang disebut “Bataviasche Verzekerings Unie” (BVU) pada tahun 1946, yang melakukan kegiatan asuransi secara kolektif. Dengan demikian dari setiap penutupan, masing-masing anggota BVU memperoleh share tertentu. Cara ini dilakukan mengingat keadaan pada waktu itu belum teratur dan tenaga asuransi masih kurang sekali.
Pada tahun 1950 berdiri sebuah perusahaan asuransi kerugian yang pertama, yakni NV. Maskapai Asuransi Indonesia yang kemudian pada awal 2004 sudah menjadi PT MAI PARK. Pada saat itu, sebagai perintis perusahaan asuransi kerugian nasional yang pertama, maka perusahaan ini harus bersaing dengan perusahaan asuransi asing yang unggul baik dalam faktor permodalan maupun pengetahuan teknis. Dengan berdirinya perusahaan asuransi kerugian nasional tersebut, keberanian pengusaha nasional dipacu untuk mendirikan perusahaan-perusahaan asuransi kerugian. Keberanian ini didukung pula oleh Peraturan Pemerintah bahwa semua barang impor hams diasuransikan di Indonesia. Pengaturan ini dimaksudkan untuk menanggulangi pemakaian devisa untuk membayar premi asuransi di luar negeri. Pada tahun 1953 berdiri pula perusahaan swasta nasional yang bergerak dalam bidang reasuransi Belanda dan Inggris di Indonesia, pemakaian devisa untuk membayar premi reasuransi ke luar negeri juga masih tetap besar. Untuk menanggulangi hal ini, didirikanlah pada tahun 1954 sebuah perusahaan reasuransi profesional, yakni “PT. REASURANSI .UMUM INDONESIA” yang mendapat dukungan dari bank-bank pemerintah.Lembaga yang tersebut terakhir ini mengeluarkan peraturan-peraturan yang mengikat untuk perusahaan-perusahaan asuransi asing untuk menggunakanjasa perusahaan reasuransi nasional.
Langkah-langkah yang diambil pemerintah dalam hal ini memberikan hasil yang diharapkan. Kegiatan PT. Reasuransi Umum Indonesia pada tahun 1963 diperluas dengan kegiatan reasuransi jiwa. Pada saat PT. Reasuransi Umum Indonesia didirikan, banyak perusahaan-perusahaan asuransi kerugian nasional bermunculan, tetapi perkembangannya masih terhambat oleh persaingan yang berat dari perusahaan-perusahaan asuransi swasta asing. Pada waktu perjuangan mengembaiikan Irian Barat ke pangkuan Republik Indonesia, pemerintah melakukan nasionalisasi perusahaan milik Belanda. Perusahaan-perusahaan Inggris dinasionalisasi dalam peristiwa konfrontasi.
Prospek Asuransi Tantangan di Tengah Ketidakpastian Global
Industri asuransi berpeluang tetap tumbuh di tengah ketidakpastian. Tapi, jika krisis keuangan global berlarut-larut, industri asuransi yang tengah menghadapi tekanan modal bakal terkena pukul ganda. AMERIKA Serikat (AS) yang tengah dilanda “pagebluk” menebarkan jaring kesulitan ke negara-negara lain. Indonesia, salah satunya. Pukulan telak sudah dialami sektor pasar modal. Kendati sektor riil baru terkena gerimisnya, kenangan hitam akan depresi besar 1929 dan trauma krisis Asia 1997 begitu menghantui banyak orang. Sebab, jika ekonomi global terlalu lama tiarap, sektor riil di Indonesia akan kehabisan tenaga, dunia usaha lesu, dan daya beli masyarakat ikut runtuh.
Meski tetap optimistis, para pelaku di industri asuransi nasional tidak boleh menganggap enteng krisis keuangan global. Sektor yang terpukul memang baru di pasar modal. Tapi, efek berantai tinggal menunggu waktu. Bahkan, kehancuran bursa saham secara langsung sejak Oktober lalu sudah nyata-nyata menggerus hasil investasi industri asuransi di Tanah Air. Sekalipun krisis keuangan global saat ini sudah berada di titik nadir, pemulihannya butuh waktu setidaknya dua hingga tiga tahun. Akibatnya, industri asuransi bakal menghadapi kondisi eksternal yang tidak menguntungkan. Bakhan, kondisi ini mungkin saja menekan pertumbuhan premi. Pada kurun waktu yang bersamaan, perusahaan-perusahaan asuransi juga dituntut oleh regulator untuk menambah modal sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan. Perusahaan asuransi harus dapat memenuhi modal Rp40 miliar pada 2008, Rp70 miliar pada 2009, dan Rp100 miliar pada 2010. Upaya memupuk modal secara organik pada dua tahun ke depan tentu bukan pekerjaan gampang ketika kondisi eksternal masih terasa garang.
Kalau beleid tentang permodalan yang hingga kini masih ditentang Asosiasi Perusahaan Asuransi Umum (AAUI) terus diberlakukan, Biro Riset InfoBank (birI) memerkirakan akan ada perusahaan asuransi yang tersingkir dari kancah perasuransian nasional. Sebab, menurut Isa Rachmatarwata, Kepala Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), ada segelintir perusahaan bermodal cekak yang kebingungan dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Isa juga memerkirakan, bakal ada perusahaan asuransi bermodal cekak yang terpaksa bergabung agar bisa memenuhi ketentuan modal minimum. Mengingat krisis likuiditas tengah melanda dunia, mencari investor baru tentu saja lebih sulit dibandingkan dengan beberapa tahun silam. Untungnya, investor asing tetap tertarik menanamkan modalnya di asuransi jiwa karena masih sangat besarnya ruang pertumbuhan pasar asuransi jiwa di Indonesia.
Sebagai industri yang mengelola risiko, asuransi tidak akan pernah kehilangan pasar, meski situasi sedang bergejolak. Dengan munculnya ketidakpastian itu, proteksi asuransi justru dibutuhkan. Industri asuransi pun harus mampu mengambil kesempatan. Lantas, berapa pertumbuhan premi industri asuransi 2009? Pertumbuhan asuransi umum diperkirakan akan melemah. Berdasarkan beberapa sumber yang dihimpun InfoBank, asuransi umum sulit meraih pertumbuhan double digit. Tahun ini masih berpotensi tumbuh seperti 2007 yang 14%. Sedangkan, untuk asuransi jiwa, peluang tumbuh masih cukup tinggi, kendati sulit mencetak pertumbuhan fantastis seperti 2007 yang mencapai 66%.
Prospek Asuransi Jiwa
Asuransi jiwa tetap punya prospek tumbuh pada tahun politik. Tapi, pengaruh krisis finansial global —jika belum pulih tahun depan lebih mengkhawatirkan. Krisis subprime mortgage akhirnya berdampak juga bagi Indonesia, khususnya di pasar modal. Krisis dimulai dari banyaknya kredit perumahan di Amerika Serikat (AS) yang bermasalah akibat banyaknya nasabah gagal bayar. Dampak nasabah gagal bayar ini pada perusahaan penerbit surat utang sub-prime mortgage, yang merupakan sekuritisasi mortgage, adalah perusahaan tidak hanya merugi besar, tapi juga kesulitan likuiditas. Dampak berikutnya menimpa investor institusi keuangan yang membeli surat utang sub-prime mortgage, yaitu mengalami rugi besar, karena nilainya menurun sangat tajam menjadi sekitar 20%.
Dalam kondisi seperti itu, secara bersamaan, kebutuhan akan likuiditas menjadi sangat mendesak. Cash flow tergerus akibat gagal bayar. Terjadi pula pencairan investasi oleh sebagian investor. Karena besarnya sub-prime mortgage yang beredar, bahkan di beberapa institusi keuangan besar dunia, tekanan likuiditas menjadi sangat besar dan bersifat global. Kebutuhan akan likuiditas yang sangat tinggi telah memaksa investor mencairkan portofolio investasinya yang berada di luar negeri, tidak terkecuali Indonesia. Pengaruh terbesar terjadi pada investasi yang likuid, yaitu saham di pasar modal dan deposito di perbankan. Indonesia agak kurang beruntung karena pasar modal kita 60% hingga 70%-nya masih didominasi investor asing, sehingga tekanan jualnya sangat tinggi. Ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran saham di bursa pun terjadi. Dapat dibayangkan, dana panas yang bisa keluar tiap saat (hot money) sebesar puluhan triliun rupiah yang sudah tertanam dalam sistem keuangan Indonesia mendadak ditarik keluar. Alhasil, harga saham di bursa kita jatuh dan kurs mata uang dolar AS melejit. Harga saham pun makin terpuruk dengan adanya faktor psikologis berupa rasa ketidakpastian di hati investor lokal dan ulah para spekulan. Dana panas asing yang ditarik secara tiba-tiba juga mengakibatkan kelangkaan likuiditas di pasar Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan likuiditas dan kebutuhan berjaga-jaga, lembaga keuangan, terutama perbankan, menaikkan bunga deposito sekaligus melakukan perlambatan dan pengetatan penyaluran pinjaman. Keadaan ini memperburuk likuiditas di pasar.
Peluang dan Harapan ke Depan
Asuransi jiwa bukan sekadar perlindungan untuk diri dari kemungkinan meninggal, cacat, atau sakit berkepanjangan. Asuransi jiwa juga bukan hanya death protection, melainkan income protection. Asuransi jiwa juga tidak hanya melindungi pemegang polis kalau meninggal lebih cepat, tapi juga memroteksi kalau hidup lebih lama. Yaitu, perlindungan saat kita tidak produktif lagi, sehingga tidak akan membebani anak cucu. Bahkan, kita masih memiliki akses pendanaan guna investasi jangka panjang untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi bangsa. Life insurance lebih tepat jika dikatakan sebagai “asuransi kehidupan” daripada “asuransi jiwa”. Pertumbuhan industri asuransi jiwa tiga hingga empat tahun terakhir relatif tinggi karena stabilnya sektor keuangan dan moneter, rendahnya tingkat bunga deposito dan inflasi, stabilnya nilai tukar, serta pertumbuhan ekonomi yang baik dan berkesinambungan. Hal itu merupakan iklim yang sangat kondusif bagi perkembangan asuransi jiwa. Kondisi seperti ini memberikan peluang kepada masyarakat untuk lebih memikirkan perencanaan masa depannya dan mendiversifikasi investasinya. Jadi, keberhasilan dan lamanya langkah kebijakan efektif untuk mengatasi dampak krisis finansial global supaya tidak berimbas ke perbankan dan sektor riil, menjadi prasyarat prospek perkembangan asuransi jiwa ke depan. Apabila krisis ini berlalu dan kondisi keuangan dan moneter normal kembali, dapat dipastikan, secara bertahap, pertumbuhan industri asuransi yang cukup tinggi bisa terulang kembali. Peluangnya sangat besar karena masih rendahnya penetrasi pasar asuransi jiwa di Indonesia.
Prospek Asuransi Umum
Ada empat catatan penting dalam mencermati outlook industri asuransi umum 2009. Satu, angka pertumbuhan industri yang menurun. Dua, konsolidasi industri dan disiplin institusional yang meningkat. Tiga, peningkatan kapasitas organisasi pascakonsolidasi industri. Empat, peningkatan daya tahan dan daya saing perusahaan dalam industri. Jadi, masa sulit akhir 2008 ini tampaknya akan menjadi blessings in disguise bagi penguatan fundamental industri pada 2009. Sekalipun belum ada rentang angka perkiraan laju pertumbuhan ekonomi nasional yang dapat diandalkan (sekitar 4%-6,1%), dapat dipastikan pada 2009 pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mengalami perlambatan berarti akibat krisis keuangan global yang terjadi pada paruh kedua 2008 ini. Hampir tidak ada sektor yang tidak akan terkena dampak krisis ekonomi global kali ini. Industri asuransi umum secara khusus akan mengalami perlambatan pertumbuhan pendapatan premi akibat menurunnya laju pertumbuhan penanaman modal baru dan kemungkinan kebangkrutan banyak perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan. Karena itu, kalau kita menggunakan angka estimasi (atau asumsi) pertumbuhan yang disampaikan Menteri Keuangan pada pertengahan Oktober 2008, sekitar 5,5%, maka diperkirakan laju pertumbuhan premi bruto seluruh industri asuransi umum tidak akan melampaui 10% pada 2009.
Angka estimasi ini memang sepintas lalu tampak agak pesimis karena pada semester I 2008 saja, laju pertumbuhan pendapatan dapat mencapai kisaran 26%. Tapi, semua pembukuan pendapatan ini terjadi sebelum depresi ekonomi menjadi sebuah kenyataan, pada akhir September 2008. Industri ini secara khusus perlu terus berusaha agar dapat mempertahankan tingkat margin laba bersih rata-rata di kisaran 7%-9% dan tingkat return on asset (ROE) 10%-12%. Apabila tingkat profitability ini dapat dijaga seperti yang terjadi selama sepuluh tahun terakhir ini, maka kita dapat menyakini bahwa fundamental industri ini akan makin sehat walaupun pertumbuhan pendapatan akan sedikit melambat pada 2009. Sekalipun estimasi angka pertumbuhan industri agak pesimis, konsolidasi pada industri asuransi umum tampaknya akan mengalami percepatan yang berarti. Biro Perasuransian Departemen Keuangan Republik Indonesia (RI) pada minggu ketiga mengumumkan antusiasme sebagian besar dari 40 perusahaan asuransi umum yang belum memiliki modal minimal Rp40 miliar pada akhir 2008 ini untuk melakukan berbagai tindakan korporasi (corporate action) secepatnya. Sekalipun krisis ekonomi global akan sedikit memperlambat proses corporate action ini, baik dalam bentuk strategic investment, likuidasi, M&A, maupun takeovers, arahnya cukup jelas.
Iktikad baik dari banyak perusahaan asuransi umum yang bermodal di bawah ketentuan minimum permodalan menunjukkan sinyal menggembirakan. Satu-satunya kesulitan yang akan terjadi dalam proses konsolidasi ini adalah lambatnya negosiasi dan/atau penyelesaian yang terkait dengan penutupan dan/atau pengambilalihan kepemilikan. Secara spesifik, dapat dikatakan aspek-aspek kritis tersebut adalah (1) penentuan nilai perusahaan, (2) penyelesaian outstanding liabilities, dan (3) kesepakatan mengenai mekanisme governance dalam masing-masing perusahaan pascakonsolidasi. Kemauan dari para pelaku industri untuk makin mendukung penegakan compliance oleh regulator jelas akan membantu industri ini untuk mencapai tingkat disiplin institusi yang lebih tinggi. Sehingga, pada gilirannya, berbagai macam perilaku persaingan yang tidak sehat, seperti perang harga, akan terus berkurang. Tambahan setoran modal sesuai dengan ketentuan permodalan yang berlaku akan mendorong perbaikan kapasitas perusahaan dalam seluruh industri. Tambahan modal ini diharapkan dapat dialokasikan untuk mengurangi ketergatungan industri pada kapasitas reasuransi asing dan sekaligus membangun kapasitas organisasi di tiap perusahaan, terutama untuk aspek pemasaran.
Dengan modal yang makin besar, diharapkan retensi sendiri dapat meningkat secara bertahap, sehingga pada gilirannya ketergantungan pada back-up reasuransi asing secara gradual juga dapat berkurang. Tentu saja hal ini tidak akan serta-merta terjadi. Proses penurunan ketergantungan ini baru mulai lebih terasa pada 2012-2013. Sementara itu, upaya meningkatkan kapasitas organisasi, terutama di bidang pemasaran, tampaknya akan menjadi tantangan yang tidak ringan dalam jangka menengah. Konteks saluran distribusi industri pada industri asuransi umum yang secara tradisional lebih banyak mengandalkan broker asuransi sebaiknya mulai makin giat mengembangkan agen-agen asuransi yang profesional dan seiring dengan itu menetapkan landasan institusionalnya. Hal ini antara lain dapat dilakukan dengan mengembangkan program sertifikasi formal dari para agen asuransi umum melalui proses pendidikan dan ujian yang terstruktur, sebagaimana ujian sertifikasi A3IK dan A2IK pada tenaga underwriter dan ujian sertifikasi financial planner pada para agen asuransi jiwa. Investasi untuk mengembangkan kapasitas pemasaran ini tentulah tidak murah dan jelas tidak mudah. Karena itu, kerja sama antarpelaku industri melalui naungan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) harusnya dilakukan agar biaya investasinya dapat menjadi lebih ringan bagi semua pihak. Tentu saja dukungan enforcement dari regulator akan menjadi prasyarat tercapainya tujuan mengembangkan para agen asuransi umum.
Selain pada aspek saluran distribusi, kapasitas pemasaran lain yang perlu segera dikembangkan perusahaan asuransi umum adalah kegiatan pengembangan dan inovasi produk baru yang memberi nilai tambah lebih tinggi bagi para nasabahnya. Kapasitas organisasi ini juga tidak dapat dibangun dalam jangka pendek. Minimal ada waktu dua hingga tiga tahun sampai upaya ini menghasilkan buah yang lebih matang. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam jangka pendek adalah mulai mengembangkan kemampuan riset pasar agar kebutuhan konsumen bisa dikenali dengan lebih baik. Meningkatkan daya saing adalah ambisi hampir semua perusahaan. Itu perlu dilakukan agar mereka dapat terus bertahan hidup dalam jangka panjang, menghasilkan laba yang cukup dalam jangka menengah, dan bertumbuh dalam jangka pendek. Kenyataannya, hampir 50% perusahaan asuransi umum yang tercatat saat ini belum memiliki daya tahan jangka pendek yang memadai. Sehingga, bagi mereka, upaya memikirkan peningkatan daya saing hampir-hampir menjadi sebuah keniscayaan.
Karena itu, upaya penegakan disiplin institusi dalam jangka pendek dengan melakukan enforcement supaya terjadi compliance sebagaimana yang diharapkan (seperti kecukupan modal, RBC atau risk based capital, dan pengaturan tarif discount premi sesuai dengan risk profile) merupakan unsur penting dalam meningkatkan kesehatan industri ini dalam jangka panjang. Tanpa disiplin institusi yang memadai, jangankan daya saing, daya tahan jangka pendek saja masih akan menjadi masalah besar bagi industri ini. Masih cukup banyak pelaku yang tidak memiliki daya tahan hidup, sehingga akan mengalami kesulitan dalam melayani nasabah tertanggungnya dengan bertanggung jawab. Secara umum, industri asuransi umum seharusnya memasuki 2009 dengan penuh optimisme akan terjadinya perbaikan institusional dan organisasional sekalipun pasar akan sedikit mengalami kelesuan. Anggaplah 2009 sebagai sebuah periode “seleksi pasar” untuk menyaring perusahaan yang sudah memiliki organisasi kuat untuk bersaing dan perusahaan yang belum mampu bertahan hidup. Tentu saja, upaya menuju perbaikan yang substansial tidak akan pernah luput dari “kesakitan” jangka pendek.
SUMBER
www. InfoBank.com
www.prudent.web.id/asuransi-prudential/artikel/sejarah-asuransi-di-indonesia.html
www.indolife.biz/news.asp?id=10093
Lirik lagu Viva Forever
Viva Forever
Do you still remember, how we used to be
Feeling together, believe in whatever
My love has said to me
Both of us were dreamers, young love in the sun
Felt like my savior, my spirit I gave ya
We'd only just begun
#Hasta manana, Always be mine
Viva forever, I'll be waiting
Everlasting, like the sun
Live forever, for the moment
Ever searching, for the one
Yes I still remember, every whispered word
The touch of your skin, giving life from within
Like a love song that I'd heard
Slipping through our fingers, like the sands of time
Promises made, every memory saved
Has reflections in my mind
#Hasta manana....
But we're all alone now, was it just a dream
Feelings untold, they will never be sold
And the secret's safe with me
#Hasta manana....
Do you still remember, how we used to be
Feeling together, believe in whatever
My love has said to me
Both of us were dreamers, young love in the sun
Felt like my savior, my spirit I gave ya
We'd only just begun
#Hasta manana, Always be mine
Viva forever, I'll be waiting
Everlasting, like the sun
Live forever, for the moment
Ever searching, for the one
Yes I still remember, every whispered word
The touch of your skin, giving life from within
Like a love song that I'd heard
Slipping through our fingers, like the sands of time
Promises made, every memory saved
Has reflections in my mind
#Hasta manana....
But we're all alone now, was it just a dream
Feelings untold, they will never be sold
And the secret's safe with me
#Hasta manana....
Bahasa Inggris sebagai sarana komunikasi
Bahasa Inggris sebagai sarana komunikasi
Tidak dapat disangkal, di era global Bahasa Inggris menjadi sarana komunikasi bagi masyarakat berbagai bangsa dan budaya. Di setiap negara, penggunanya juga tumbuh beragam. Dalam pertumbuhan ini ada yang dianggap atau menganggapnya sebagai bahasa standar, dalam proses standarisasi, bahkan ada yang tidak termasuk dalam keduanya.
Bahasa Inggris tumbuh dan berkembang dalam berbagai kontek sosial budaya dan lingkungan yang berbeda. Pertumbuhan dan perkembangannya cenderung dipengaruhi dan diarahkan oleh lingkungan tersebut.
ASEAN sendiri memiliki perbedaan antarnegara sesamanya, apalagi jika dibandingkan dengan kontek Asia dan internasional. Dalam rangka menghimpun dan mengemas perbedaan itu, Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta menyelenggarakan Konferensi Bahasa Inggris ASEAN (ESEA) IX selama tiga hari di pertengahan Desember lalu.
Konferensi bertema ‘Texts and Contexts of English Language Studies in Southeast Asia’ itu, dimeriahkan dengan penyampaian 25 makalah. Pemakalahnya terdiri atas dosen Bahasa Inggris dalam negeri dan pakar studi Bahasa Inggris mancanegara. Di antaranya dari Malaysia, Singapura, Brunei, Hongkong, Thailand, Australia dan Selandia Baru.
Konferensi dibagi atas sidang pleno dan kelompok. Sidang pleno menampilkan tujuh pemakalah utama (key-note speakers) dari pakar yang mewakili Brunei Darusallam, Malaysia, Hongkong, Singapura, Thailand, Australia dan Indonesia. Selebihnya disampaikan dalam sidang kelompok.
Key-note speaker dari Indonesia Prof Dr Suwarsih Madya MA yang juga kahumas BKLN Dep Pendidikan Nasional RI, dalam makalahnya menekankan pentingnya kompetensi berbahasa Inggris bagi pejabat negara, sebagai antisipasi menjalankan tugas di luar negeri. Kompetensi dimaksud mencakup kemampuan berkomunikasi sesuai nilai sosial budaya bangsa sendiri dan bangsa dari negara tujuan, sehingga dalam berkomunikasi tidak akan terjadi kesalahpahaman sosial budaya.
Beberapa makalah mengambil tema tentang kecenderungan baru dalam pengajaran Bahasa Inggris di negara Asia Tenggara khususnya dan dunia secara umum, dalam usaha menyikapi perkembangan keberagaman Bahasa Inggris yang semakin marak. Ada juga tema tentang kebahasaan, pengajaran keterampilan berbahasa, sastra, Bahasa Inggris lewat internet dan komputer, serta tentang teori pemerolehan bahasa (akuisisi).
Pemakalah dari mancanegara rata-rata mengkhawatirkan kecenderungan semakin berkembangnya bahasa Inggris lokal (Englishes) di negara yang mereka wakili, yang dirasa sangat penting dan mendesak untuk disikapi secara arif dan sangat hati-hati. Ini mengingat, keberagaman Englishes yang memang marak, keberadaannya harus segera memperoleh legalitas baik formal, sosial budaya maupun secara linguistik.
Kontek Australia
Salah satu fenomena hangat yang dilontarkan dalam konferensi tersebut adalah bagaimana menyikapi keberagaman Englishes di negara masing-masing. Di Australia, misalnya, selain Bahasa Inggris Australia Standar (SAE), berkembang Bahasa Inggris Aborigin (AAE). Yang menarik adalah, SAE berkembang dalam berbagai Englishes sesuai letak geografis penuturnya, begitu juga dengan AAE. Perkembangan ini menciptakan sederet Englishes baru di benua kanguru tersebut bersama dengan sederetan perbedaannya, baik dari ucapan, kosa kata, intonasi maupun tata bahasanya.
Keadaan seperti ini menimbulkan sejumlah dampak. Misalnya, dapat terjadi penutur AAE dari tempat berbeda tidak dapat saling berkomunikasi dan kesalahpahaman sering terjadi. Kasus yang sama juga dapat terjadi bagi penutur SAE dari tempat berbeda. Ini hanya merupakan salah satu contoh dari rumitnya pertumbuhan dan dampak Englishes di Australia, sebuah negara di mana Bahasa Inggris merupakan bahasa pertama masyarakatnya.
Kontek Singapura
Kasus lebih rumit terjadi di Singapura, di mana rakyatnya menggunakan empat bahasa sesuai asal etnis mereka, yaitu Melayu, Tamil, Mandarin dan Inggris Singapura (Singlish). Selain menggunakan bahasa masing-masing dalam berkomunikasi dengan komunitas etnis yang sama, masyarakat Singapura menggunakan Bahasa Inggris dalam komunikasi resmi dan Singlish dalam komunikasi antaretnis mereka (lingua franca). Setiap anggota etnis tertentu berbahasa Inggris dengan pengaruh bahasa dan budaya masing-masing etnisnya, sehingga terbentuk Bahasa Inggris Melayu, Inggris Tamil, Inggris Mandarin dan Singlish, yang semuanya berbeda dengan Bahasa Inggris orang Inggris.
Keadaan ini terus berkembang sesuai kebutuhan etnis masing-masing, sehingga dapat dibayangkan betapa rumitnya berbahasa Inggris di Singapura dengan segala keberagamannya. Menjadi pertanyaan kita adalah, Bahasa Inggris manakah yang harus dikembangkan secara resmi oleh pemerintah melalui sekolah, perguruan tinggi dan lembaga bahasa di negara tersebut, tentunya dengan memperoleh legalitas dari pemerintah setempat.
Seorang pemakalah mengetengahkan kebaikan dan kelemahan memperoleh informasi lewat internet. Pada satu sisi internet merupakan sarana canggih yang dapat menyajikan informasi mutakhir dari seluruh dunia dengan biaya relatif murah. Namun di sisi lain, informasi yang diberikan tidak selalu benar. Karenanya pengguna internet dianjurkan untuk selektif dalam mengonsumsi suguhan informasi dari internet.
Kontek Indonesia
Kasus yang terjadi di Australia dan Singapura seperti contoh di atas, juga terjadi di negara lain di dunia termasuk Indonesia. Dalam menyikapi hal ini, ada pemakalah lokal mengetengahkan sebuah tema yang menurut penulis cukup ‘nyleneh’. Ia menganjurkan agar guru Bahasa Inggris tidak perlu mempedulikan kesalahan dan kesilapan yang dibuat siswanya karena hal itu hanya akan menambah beban siswa dan guru. Dalam berkomunikasi, yang penting adalah sampainya pesan si pembicara kepada lawan bicara.
Beberapa pemakalah lain tetap menekankan pentingnya tata bahasa, karena dengan menggunakan tata bahasa yang baik dan benar dapat menghindarkan kesalahpahaman dalam berkomunikasi.
Dalam kontek Indonesia di mana sebagian besar penutur Bahasa Inggris berorientasi ke negara Inggris dan Amerika Serikat, sebenarnya juga mengalami kasus yang rumit. Masalahnya adalah, di negara Inggris sendiri terdapat berbagai Englishes dengan segala perbedaannya, seperti Inggris Skotlandia, Inggris Wales dan Inggris London (Cogney). Sebaliknya di Amerika juga terdapat sejumlah American Englishes, seperti Northern English, Midland English, Southern English dan Black English.
Lalu, Bahasa Inggris mana yang harus diajarkan di sekolah dan lembaga pendidikan lainnya? Dalam menyikapi masalah ini kita masih beruntung, karena kebijakan untuk itu berada di pemerintah pusat. Perlu diperhatikan adalah agar kebijakan yang diambil tetap konsisten. Dalam pengertian, bagi yang berorientasi ke Inggris aturan ketatabahasaan dan ucapannya tidak berubah ke Amerika, atau sebaliknya. Dengan demikian Bahasa Inggris yang dipakai adalah bahasa yang ‘berterima’ (acceptable and intelligible) yang dapat dipahami tanpa mengabaikan aturan bahasa yang berlaku, dengan memperhatikan ‘siapa yang berbicara, kepada siapa, di mana dan untuk apa’. Secara singkat dapat dikatakan, Bahasa Inggris berterima ini kira-kira sama dengan Bahasa Inggris yang dipakai masyarakat terpelajar yang berkomunikasi dalam situasi formal.
Proses akuisisi
Juga penting dan menarik untuk disimak adalah penomena tentang teori pemerolehan bahasa (akuisisi). Belajar bahasa lewat akuisisi ini cukup lama dikenal di mancanegara. Sementara di Indonesia hal ini masih merupakan konsumsi perdebatan antara yang pro dan kontra.
Teori ini berpendapat, selain siswa mempelajari bahasa (Inggris) secara formal di dalam kelas, mereka dapat memperolehnya secara tidak terasa dari luar kelas. Misalnya lewat mendengarkan siaran radio berbahasa Inggris, menyaksikan acara televisi berbahasa Inggris, berkomunikasi dengan orang asing dalam Bahasa Inggris dan lain-lain. Teori ini juga meyakini, siswa akan lebih mudah belajar bahasa (lisan) lewat akuisisi, asalkan inputnya optimal dan menantang.
Ini lebih dimungkinkan karena dalam proses akuisisi situasinya rilek, dapat dilakukan kapan saja, di mana saja dan bahannya pun apa saja sejauh itu menggunakan Bahasa Inggris. Berlainan dengan belajar di dalam kelas yang situasinya tegang, karena siswa merasa dipaksa untuk duduk khusuk dan sangat terikat pada waktu dan bahan kurikulum. Jika belajar secara akuisisi lebih berorientasi pada kompetensi berkomunikasi, belajar di dalam kelas masih lebih berorientasi pada hasil ulangan/ujian yang baik.
Proses akuisisi sebenarnya juga dapat terjadi di dalam kelas, asalkan guru menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam mengajar, sesuai batas kemampuan siswanya. Jika hal ini dilakukan terus menerus, dampaknya akan sangat positif baik bagi siswa maupun guru. Dari bahan yang diajarkan, siswa akan memperoleh input baru tentang kebahasaan. Sedang dari bahasa pengantar yang dipakai guru, siswa akan memperoleh kosa kata baru beserta lafalnya. Rasa percaya diri guru akan semakin besar, karena kemampuannya dalam berbicara akan semakin hebat. Di saat yang sama, siswa akan terdorong untuk menggunakan bahasa Inggris dengan gurunya.
Menurut penulis, secara umum pelaksanaan konferensi ESEA IX ini berhasil dengan baik, walaupun beberapa hal masih dapat dikembangkan lagi di masa datang. Kualitas makalah sangat memadai, didukung pemakalah mancanegara yang rata-rata berpredikat profesor doktor, sementara pemakalah domestik minimum berpredikat pasca sarjana. Jumlah peserta 100 orang lebih juga cukup memadai, karena mereka berasal dari berbagai perguruan tinggi negeri (PTN) dan swasta (PTS) yang tersebar dari Sumut sampai Ternate, termasuk Kaltim, Kalbar dan Kalsel. Kegiatan dilangsungkan dalam ruang cukup luas dan bersih, yang semuanya dilengkapi AC dan LCD. Konsumsi, refreshment dan pelayanannya pun sangat memadai.
Ada sejumlah kesimpulan yang disepakati sebagai hasil konperensi. Di antaranya, pertumbuhan Bahasa Inggris menjadi Englishes harus dipandang sebagai kenyataan yang tidak dapat dibantah, serta keberadaannya perlu disikapi secara arif dan hati-hati. Ini sesuai dengan jiwa masyarakat ASEAN, yang juga beragam namun cinta kebersamaan.
Keberadaan Englishes sebagai variasi atau keberagaman, hendaknya tidak dipandang sebagai sesuatu yang ekstrim atau discrete (antara bahasa dan bukan bahasa), namun sebagai kontinuum. Artinya, ada variasi yang perbedaannya dengan Bahasa Inggris sangat sedikit dan ada variasi Englishes yang jauh berbeda dengan Bahasa Inggris. Kebijakan tentang Bahasa Inggris mana yang akan diikuti dan diajarkan di sekolah, diserahkan kepada negara masing-masing.
Pleno menyadari, tujuan utama belajar bahasa adalah untuk komunikasi. Namun komunikasi antarbangsa diharapkan dapat menggunakan bahasa yang ‘berterima’, atau acceptable bagi semua penggunanya dalam kontek tertentu. Pleno juga sepakat untuk memilih Brunei Darussalam sebagai tuan rumah bagi ESEA X, Mei tahun depan.
Sebagai seorang pengajar Bahasa Inggris di PTS di Kota Seribu Sungai ini, penulis ikut ambil bagian dalam event ilmiah bertaraf ASEAN yang dilaksanakan USD Jogyakarta tersebut merupakan pengalaman sangat berharga. Dari event itu banyak juga hal baru yang penulis dapatkan. Namun rasa prihatin penulis tidak dapat terbendung, demi merasakan betapa jauh tertinggalnya visi, misi dan persepsi penulis dari perkembangan yang terjadi di luar sana, apalagi dalam kontek ASEAN.
Dalam pengamatan penulis, kebanyakan dosen PTS di kota ini masih berkutat pada hal-hal yang rutin, sehingga pengembangan profesional akademik seperti temu ilmiah, seminar dan semacamnya kurang mendapatkan perhatian. Tampaknya belum ada wahana dan dana yang mendukung bagi berlangsungnya event tersebut, dalam rangka menuju peningkatan kualitas SDM PTS khususnya dan kalangan civitas akademika pada umumnya.
Sumber : http://kursusinggris.wordpress.com/2006/11/07/bahasa-inggris-sebagai-sarana-komunikasi/
Tidak dapat disangkal, di era global Bahasa Inggris menjadi sarana komunikasi bagi masyarakat berbagai bangsa dan budaya. Di setiap negara, penggunanya juga tumbuh beragam. Dalam pertumbuhan ini ada yang dianggap atau menganggapnya sebagai bahasa standar, dalam proses standarisasi, bahkan ada yang tidak termasuk dalam keduanya.
Bahasa Inggris tumbuh dan berkembang dalam berbagai kontek sosial budaya dan lingkungan yang berbeda. Pertumbuhan dan perkembangannya cenderung dipengaruhi dan diarahkan oleh lingkungan tersebut.
ASEAN sendiri memiliki perbedaan antarnegara sesamanya, apalagi jika dibandingkan dengan kontek Asia dan internasional. Dalam rangka menghimpun dan mengemas perbedaan itu, Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta menyelenggarakan Konferensi Bahasa Inggris ASEAN (ESEA) IX selama tiga hari di pertengahan Desember lalu.
Konferensi bertema ‘Texts and Contexts of English Language Studies in Southeast Asia’ itu, dimeriahkan dengan penyampaian 25 makalah. Pemakalahnya terdiri atas dosen Bahasa Inggris dalam negeri dan pakar studi Bahasa Inggris mancanegara. Di antaranya dari Malaysia, Singapura, Brunei, Hongkong, Thailand, Australia dan Selandia Baru.
Konferensi dibagi atas sidang pleno dan kelompok. Sidang pleno menampilkan tujuh pemakalah utama (key-note speakers) dari pakar yang mewakili Brunei Darusallam, Malaysia, Hongkong, Singapura, Thailand, Australia dan Indonesia. Selebihnya disampaikan dalam sidang kelompok.
Key-note speaker dari Indonesia Prof Dr Suwarsih Madya MA yang juga kahumas BKLN Dep Pendidikan Nasional RI, dalam makalahnya menekankan pentingnya kompetensi berbahasa Inggris bagi pejabat negara, sebagai antisipasi menjalankan tugas di luar negeri. Kompetensi dimaksud mencakup kemampuan berkomunikasi sesuai nilai sosial budaya bangsa sendiri dan bangsa dari negara tujuan, sehingga dalam berkomunikasi tidak akan terjadi kesalahpahaman sosial budaya.
Beberapa makalah mengambil tema tentang kecenderungan baru dalam pengajaran Bahasa Inggris di negara Asia Tenggara khususnya dan dunia secara umum, dalam usaha menyikapi perkembangan keberagaman Bahasa Inggris yang semakin marak. Ada juga tema tentang kebahasaan, pengajaran keterampilan berbahasa, sastra, Bahasa Inggris lewat internet dan komputer, serta tentang teori pemerolehan bahasa (akuisisi).
Pemakalah dari mancanegara rata-rata mengkhawatirkan kecenderungan semakin berkembangnya bahasa Inggris lokal (Englishes) di negara yang mereka wakili, yang dirasa sangat penting dan mendesak untuk disikapi secara arif dan sangat hati-hati. Ini mengingat, keberagaman Englishes yang memang marak, keberadaannya harus segera memperoleh legalitas baik formal, sosial budaya maupun secara linguistik.
Kontek Australia
Salah satu fenomena hangat yang dilontarkan dalam konferensi tersebut adalah bagaimana menyikapi keberagaman Englishes di negara masing-masing. Di Australia, misalnya, selain Bahasa Inggris Australia Standar (SAE), berkembang Bahasa Inggris Aborigin (AAE). Yang menarik adalah, SAE berkembang dalam berbagai Englishes sesuai letak geografis penuturnya, begitu juga dengan AAE. Perkembangan ini menciptakan sederet Englishes baru di benua kanguru tersebut bersama dengan sederetan perbedaannya, baik dari ucapan, kosa kata, intonasi maupun tata bahasanya.
Keadaan seperti ini menimbulkan sejumlah dampak. Misalnya, dapat terjadi penutur AAE dari tempat berbeda tidak dapat saling berkomunikasi dan kesalahpahaman sering terjadi. Kasus yang sama juga dapat terjadi bagi penutur SAE dari tempat berbeda. Ini hanya merupakan salah satu contoh dari rumitnya pertumbuhan dan dampak Englishes di Australia, sebuah negara di mana Bahasa Inggris merupakan bahasa pertama masyarakatnya.
Kontek Singapura
Kasus lebih rumit terjadi di Singapura, di mana rakyatnya menggunakan empat bahasa sesuai asal etnis mereka, yaitu Melayu, Tamil, Mandarin dan Inggris Singapura (Singlish). Selain menggunakan bahasa masing-masing dalam berkomunikasi dengan komunitas etnis yang sama, masyarakat Singapura menggunakan Bahasa Inggris dalam komunikasi resmi dan Singlish dalam komunikasi antaretnis mereka (lingua franca). Setiap anggota etnis tertentu berbahasa Inggris dengan pengaruh bahasa dan budaya masing-masing etnisnya, sehingga terbentuk Bahasa Inggris Melayu, Inggris Tamil, Inggris Mandarin dan Singlish, yang semuanya berbeda dengan Bahasa Inggris orang Inggris.
Keadaan ini terus berkembang sesuai kebutuhan etnis masing-masing, sehingga dapat dibayangkan betapa rumitnya berbahasa Inggris di Singapura dengan segala keberagamannya. Menjadi pertanyaan kita adalah, Bahasa Inggris manakah yang harus dikembangkan secara resmi oleh pemerintah melalui sekolah, perguruan tinggi dan lembaga bahasa di negara tersebut, tentunya dengan memperoleh legalitas dari pemerintah setempat.
Seorang pemakalah mengetengahkan kebaikan dan kelemahan memperoleh informasi lewat internet. Pada satu sisi internet merupakan sarana canggih yang dapat menyajikan informasi mutakhir dari seluruh dunia dengan biaya relatif murah. Namun di sisi lain, informasi yang diberikan tidak selalu benar. Karenanya pengguna internet dianjurkan untuk selektif dalam mengonsumsi suguhan informasi dari internet.
Kontek Indonesia
Kasus yang terjadi di Australia dan Singapura seperti contoh di atas, juga terjadi di negara lain di dunia termasuk Indonesia. Dalam menyikapi hal ini, ada pemakalah lokal mengetengahkan sebuah tema yang menurut penulis cukup ‘nyleneh’. Ia menganjurkan agar guru Bahasa Inggris tidak perlu mempedulikan kesalahan dan kesilapan yang dibuat siswanya karena hal itu hanya akan menambah beban siswa dan guru. Dalam berkomunikasi, yang penting adalah sampainya pesan si pembicara kepada lawan bicara.
Beberapa pemakalah lain tetap menekankan pentingnya tata bahasa, karena dengan menggunakan tata bahasa yang baik dan benar dapat menghindarkan kesalahpahaman dalam berkomunikasi.
Dalam kontek Indonesia di mana sebagian besar penutur Bahasa Inggris berorientasi ke negara Inggris dan Amerika Serikat, sebenarnya juga mengalami kasus yang rumit. Masalahnya adalah, di negara Inggris sendiri terdapat berbagai Englishes dengan segala perbedaannya, seperti Inggris Skotlandia, Inggris Wales dan Inggris London (Cogney). Sebaliknya di Amerika juga terdapat sejumlah American Englishes, seperti Northern English, Midland English, Southern English dan Black English.
Lalu, Bahasa Inggris mana yang harus diajarkan di sekolah dan lembaga pendidikan lainnya? Dalam menyikapi masalah ini kita masih beruntung, karena kebijakan untuk itu berada di pemerintah pusat. Perlu diperhatikan adalah agar kebijakan yang diambil tetap konsisten. Dalam pengertian, bagi yang berorientasi ke Inggris aturan ketatabahasaan dan ucapannya tidak berubah ke Amerika, atau sebaliknya. Dengan demikian Bahasa Inggris yang dipakai adalah bahasa yang ‘berterima’ (acceptable and intelligible) yang dapat dipahami tanpa mengabaikan aturan bahasa yang berlaku, dengan memperhatikan ‘siapa yang berbicara, kepada siapa, di mana dan untuk apa’. Secara singkat dapat dikatakan, Bahasa Inggris berterima ini kira-kira sama dengan Bahasa Inggris yang dipakai masyarakat terpelajar yang berkomunikasi dalam situasi formal.
Proses akuisisi
Juga penting dan menarik untuk disimak adalah penomena tentang teori pemerolehan bahasa (akuisisi). Belajar bahasa lewat akuisisi ini cukup lama dikenal di mancanegara. Sementara di Indonesia hal ini masih merupakan konsumsi perdebatan antara yang pro dan kontra.
Teori ini berpendapat, selain siswa mempelajari bahasa (Inggris) secara formal di dalam kelas, mereka dapat memperolehnya secara tidak terasa dari luar kelas. Misalnya lewat mendengarkan siaran radio berbahasa Inggris, menyaksikan acara televisi berbahasa Inggris, berkomunikasi dengan orang asing dalam Bahasa Inggris dan lain-lain. Teori ini juga meyakini, siswa akan lebih mudah belajar bahasa (lisan) lewat akuisisi, asalkan inputnya optimal dan menantang.
Ini lebih dimungkinkan karena dalam proses akuisisi situasinya rilek, dapat dilakukan kapan saja, di mana saja dan bahannya pun apa saja sejauh itu menggunakan Bahasa Inggris. Berlainan dengan belajar di dalam kelas yang situasinya tegang, karena siswa merasa dipaksa untuk duduk khusuk dan sangat terikat pada waktu dan bahan kurikulum. Jika belajar secara akuisisi lebih berorientasi pada kompetensi berkomunikasi, belajar di dalam kelas masih lebih berorientasi pada hasil ulangan/ujian yang baik.
Proses akuisisi sebenarnya juga dapat terjadi di dalam kelas, asalkan guru menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam mengajar, sesuai batas kemampuan siswanya. Jika hal ini dilakukan terus menerus, dampaknya akan sangat positif baik bagi siswa maupun guru. Dari bahan yang diajarkan, siswa akan memperoleh input baru tentang kebahasaan. Sedang dari bahasa pengantar yang dipakai guru, siswa akan memperoleh kosa kata baru beserta lafalnya. Rasa percaya diri guru akan semakin besar, karena kemampuannya dalam berbicara akan semakin hebat. Di saat yang sama, siswa akan terdorong untuk menggunakan bahasa Inggris dengan gurunya.
Menurut penulis, secara umum pelaksanaan konferensi ESEA IX ini berhasil dengan baik, walaupun beberapa hal masih dapat dikembangkan lagi di masa datang. Kualitas makalah sangat memadai, didukung pemakalah mancanegara yang rata-rata berpredikat profesor doktor, sementara pemakalah domestik minimum berpredikat pasca sarjana. Jumlah peserta 100 orang lebih juga cukup memadai, karena mereka berasal dari berbagai perguruan tinggi negeri (PTN) dan swasta (PTS) yang tersebar dari Sumut sampai Ternate, termasuk Kaltim, Kalbar dan Kalsel. Kegiatan dilangsungkan dalam ruang cukup luas dan bersih, yang semuanya dilengkapi AC dan LCD. Konsumsi, refreshment dan pelayanannya pun sangat memadai.
Ada sejumlah kesimpulan yang disepakati sebagai hasil konperensi. Di antaranya, pertumbuhan Bahasa Inggris menjadi Englishes harus dipandang sebagai kenyataan yang tidak dapat dibantah, serta keberadaannya perlu disikapi secara arif dan hati-hati. Ini sesuai dengan jiwa masyarakat ASEAN, yang juga beragam namun cinta kebersamaan.
Keberadaan Englishes sebagai variasi atau keberagaman, hendaknya tidak dipandang sebagai sesuatu yang ekstrim atau discrete (antara bahasa dan bukan bahasa), namun sebagai kontinuum. Artinya, ada variasi yang perbedaannya dengan Bahasa Inggris sangat sedikit dan ada variasi Englishes yang jauh berbeda dengan Bahasa Inggris. Kebijakan tentang Bahasa Inggris mana yang akan diikuti dan diajarkan di sekolah, diserahkan kepada negara masing-masing.
Pleno menyadari, tujuan utama belajar bahasa adalah untuk komunikasi. Namun komunikasi antarbangsa diharapkan dapat menggunakan bahasa yang ‘berterima’, atau acceptable bagi semua penggunanya dalam kontek tertentu. Pleno juga sepakat untuk memilih Brunei Darussalam sebagai tuan rumah bagi ESEA X, Mei tahun depan.
Sebagai seorang pengajar Bahasa Inggris di PTS di Kota Seribu Sungai ini, penulis ikut ambil bagian dalam event ilmiah bertaraf ASEAN yang dilaksanakan USD Jogyakarta tersebut merupakan pengalaman sangat berharga. Dari event itu banyak juga hal baru yang penulis dapatkan. Namun rasa prihatin penulis tidak dapat terbendung, demi merasakan betapa jauh tertinggalnya visi, misi dan persepsi penulis dari perkembangan yang terjadi di luar sana, apalagi dalam kontek ASEAN.
Dalam pengamatan penulis, kebanyakan dosen PTS di kota ini masih berkutat pada hal-hal yang rutin, sehingga pengembangan profesional akademik seperti temu ilmiah, seminar dan semacamnya kurang mendapatkan perhatian. Tampaknya belum ada wahana dan dana yang mendukung bagi berlangsungnya event tersebut, dalam rangka menuju peningkatan kualitas SDM PTS khususnya dan kalangan civitas akademika pada umumnya.
Sumber : http://kursusinggris.wordpress.com/2006/11/07/bahasa-inggris-sebagai-sarana-komunikasi/
8 Macam Tipe Pembeli
8 Macam Tipe Pembeli antara lain :
1. Pembeli Apatis yaitu jenis orang yang tidak akan pernah membeli apapun, tidak peduli sebagus apapun produk kita, seberapa murah, cenderung sinis, negatif, aneh dan tidak tertarik. Mereka ini biasanya orang punya banyak masalah pribadi sehingga tidak tertarik dengan penawaran. Contoh : Pembeli ini hanya membeli barang apabila dibutuhkan saja ( membeli kebutuhan sembako ).
2. Pembeli Aktualisasi diri yaitu pembeli yang mengetahui dengan jelas apa yang ia inginkan, fitur dan manfaat yang ia cari serta jumlah uang yang bersedia ia keluarkan untuk membeli. Jika anda mempunyai apa yang mereka inginkan maka mereka dapat langsung membelinya, saat itu juga tanpa banyak pertanyaan. Tipe ini sangat positif dan menyenangkan. Contoh : Orang yang membeli pakaian, Orang yang membeli buku untuk menambah ilmu penetahuannya.
3. Pembeli Analitis yaitu Tipe pembeli ini sangat detail dan penuh pertimbangan serta cenderung agak cerewet. Dalam menghadapi tipe pembeli seperti ini butuh kesabaran karena mereka akan banyak bertanya untuk mengumpulkan data dan informasi yang lengkap sebagai sarana pengambilan keputusan. Mereka akan bersikap teliti dan membandingkan dengan produk atau jasa yang lain. Contoh : Orang yang akan membeli handphone, mobil maupun rumah.
4. Pembeli Penghubung yaitu Tipe pembeli ini sangat peduli dengan apa yang akan dipikirkan atau dirasakan orang lain mengenai keputusan pembelian mereka. Mereka akan peduli bagaimana orang akan berespon terhadap pilihan mereka. Ia akan selalu berusaha membicarakan dulu dengan keluarga, teman dan relasinya sebelum mengambil keputusan pembelian. Biasanya mereka suka bertanya mengenai siapa saja yang pernah gunakan produk atau jasa yang kita tawarkan. Mereka suka berpikir panjang dan bisa tiba-tiba berubah pikiran saat ada orang yang memberi masukan negatif. Contoh : Ibu yang membeli susu untuk anaknya pasti akan meminta pertimbangan keluarga ( ibu nya ).
5. Pembeli Penyetir yaitu Tipe ini kepribadiannya seperti direktur. Sangat terbuka, tergesa-gesa, tidak sabar, dan ingin langsung pada inti pembicaraan. Mereka selalu merasa sibuk dan tidak suka banyak basa basi, jadi mereka ingin langsung tahu mengenai produk atau jasa kita dan berapa harganya lalu mengambil keputusan apakah akan membeli atau tidak. Contoh : Orang yang membeli tas laptop, orang yang membeli computer.
6. Pembeli Yang Senang Bersosialisasi yaitu Tipe pembeli ini sangat ramah, menyenangkan, suka bicara dan berhubungan baik dengan sales. Kadang mereka terlalu cepat setuju dan membeli asal mereka sudah rasa senang sehingga tidak perhatikan hal-hal detail. Kalaupun mereka tidak ingin membeli mereka akan menolak secara halus bahkan membantu kita mencari pembeli lain. Contoh : Orang yang membeli pajangan atau hiasan rumah.
7. Pembeli Impulsif yaitu Tipe pembeli yang melakukan pembelian tanpa direncanakan. proses pembelian yang dilakukan oleh konsumen timbul begitu saja saat ia melihat suatu barang atau jasa. Karena ketertarikannya, selanjutnya ia melakukan pembelian pada barang atau jasa yang bersangkutan. Contoh : Anak kecil yang membeli cokelat atau ice cream.
8. Pembeli Informatif yaitu Tipe pembeli yang suka bertukar informasi dengan penjualnya atau memberi saran akan produk yang sering dipergunakan atau dibutuhkan.pembeli yang suka memberi saran terhadap kekurangan produk tersebut Contoh : Pembeli yang akan membeli produk perhiasan.
SUMBER
www.haryantokandani.com/6-macam-tipe-pembeli.php
www.herison.pinkynet.web.id/2009/05/proses-pengambilan-keputusan-pembelian-impulsif-dan-kompulsif/
1. Pembeli Apatis yaitu jenis orang yang tidak akan pernah membeli apapun, tidak peduli sebagus apapun produk kita, seberapa murah, cenderung sinis, negatif, aneh dan tidak tertarik. Mereka ini biasanya orang punya banyak masalah pribadi sehingga tidak tertarik dengan penawaran. Contoh : Pembeli ini hanya membeli barang apabila dibutuhkan saja ( membeli kebutuhan sembako ).
2. Pembeli Aktualisasi diri yaitu pembeli yang mengetahui dengan jelas apa yang ia inginkan, fitur dan manfaat yang ia cari serta jumlah uang yang bersedia ia keluarkan untuk membeli. Jika anda mempunyai apa yang mereka inginkan maka mereka dapat langsung membelinya, saat itu juga tanpa banyak pertanyaan. Tipe ini sangat positif dan menyenangkan. Contoh : Orang yang membeli pakaian, Orang yang membeli buku untuk menambah ilmu penetahuannya.
3. Pembeli Analitis yaitu Tipe pembeli ini sangat detail dan penuh pertimbangan serta cenderung agak cerewet. Dalam menghadapi tipe pembeli seperti ini butuh kesabaran karena mereka akan banyak bertanya untuk mengumpulkan data dan informasi yang lengkap sebagai sarana pengambilan keputusan. Mereka akan bersikap teliti dan membandingkan dengan produk atau jasa yang lain. Contoh : Orang yang akan membeli handphone, mobil maupun rumah.
4. Pembeli Penghubung yaitu Tipe pembeli ini sangat peduli dengan apa yang akan dipikirkan atau dirasakan orang lain mengenai keputusan pembelian mereka. Mereka akan peduli bagaimana orang akan berespon terhadap pilihan mereka. Ia akan selalu berusaha membicarakan dulu dengan keluarga, teman dan relasinya sebelum mengambil keputusan pembelian. Biasanya mereka suka bertanya mengenai siapa saja yang pernah gunakan produk atau jasa yang kita tawarkan. Mereka suka berpikir panjang dan bisa tiba-tiba berubah pikiran saat ada orang yang memberi masukan negatif. Contoh : Ibu yang membeli susu untuk anaknya pasti akan meminta pertimbangan keluarga ( ibu nya ).
5. Pembeli Penyetir yaitu Tipe ini kepribadiannya seperti direktur. Sangat terbuka, tergesa-gesa, tidak sabar, dan ingin langsung pada inti pembicaraan. Mereka selalu merasa sibuk dan tidak suka banyak basa basi, jadi mereka ingin langsung tahu mengenai produk atau jasa kita dan berapa harganya lalu mengambil keputusan apakah akan membeli atau tidak. Contoh : Orang yang membeli tas laptop, orang yang membeli computer.
6. Pembeli Yang Senang Bersosialisasi yaitu Tipe pembeli ini sangat ramah, menyenangkan, suka bicara dan berhubungan baik dengan sales. Kadang mereka terlalu cepat setuju dan membeli asal mereka sudah rasa senang sehingga tidak perhatikan hal-hal detail. Kalaupun mereka tidak ingin membeli mereka akan menolak secara halus bahkan membantu kita mencari pembeli lain. Contoh : Orang yang membeli pajangan atau hiasan rumah.
7. Pembeli Impulsif yaitu Tipe pembeli yang melakukan pembelian tanpa direncanakan. proses pembelian yang dilakukan oleh konsumen timbul begitu saja saat ia melihat suatu barang atau jasa. Karena ketertarikannya, selanjutnya ia melakukan pembelian pada barang atau jasa yang bersangkutan. Contoh : Anak kecil yang membeli cokelat atau ice cream.
8. Pembeli Informatif yaitu Tipe pembeli yang suka bertukar informasi dengan penjualnya atau memberi saran akan produk yang sering dipergunakan atau dibutuhkan.pembeli yang suka memberi saran terhadap kekurangan produk tersebut Contoh : Pembeli yang akan membeli produk perhiasan.
SUMBER
www.haryantokandani.com/6-macam-tipe-pembeli.php
www.herison.pinkynet.web.id/2009/05/proses-pengambilan-keputusan-pembelian-impulsif-dan-kompulsif/
Langganan:
Postingan (Atom)